Datang dan Menyebar di Tenggara

Rabu, 18 November 2020, sebagian besar dari seniman yang terlibat program “Artists in Residence – Tenggara Festival”, yang datang dari berbagai kota, sudah berkumpul di Rumah Tamera. Beberapa di antara  mereka sebelumnya sudah berkeliling Kota Solok untuk mengobservasi lapangan dan lokasi-lokasi yang disoroti tim artistic. Beberapa seniman juga sudah mulai membuat sketsa sebelum mengeksekusinya di dinding-dinding itu.

Jumat malam, sebenarnya akan ada jamuan makan malam bersama dengan tetangga, pemuda dan juga semua yang terlibat dalam festival ini. Sekarang memang bulan penghujan, hujan turun hingga lima kali sehari. Setingan pembukaan yang sudah tersusun di outdoor kembali dipindahkan ke dalam ruangan. Kita tetap melanjutkannya di tengah-tengah suara hujan yang merintik di atap. Malam itu diskusi dibuka oleh Albert Rahman Putra, selaku Artistic Director. Albert mengenalkan kembali bagaimana Tenggara Street Art Festival ada dan memberikan gambaran isu serta peristiwa yang ada di sekitar lokasi yang akan dimural.

Ucapan selamat datang pun kembali disampaikan, setelah Albert menjelaskan kalau ini adalah festival pertama yang digarap oleh ekosistem Rumah Tamera ataupun Gubuak Kopi. Tentunya infrastruktur kita belum serapi yang diharapkan. Kemudian kembali menjabarkan apa saja rangkaian festival kali ini. Yang pertama adalah Artists in Residence yang akan berjalan beberapa hari kedepan. Mereka akan berkenalan dengan Solok, melanjutkan riset sederhana kita, lalu memproduksi beberapa karya yang tentunya akan sangat beragam.

Kedua, adalah program workshop pada tanggal 21-22 November, mereka yang datang ada sebagai seniman, namun juga kita mintai untuk  mengisi materi workshop, dan juga sebagai juri untuk awards yang kita siapkan nantinya. Salah satunya adalah Autonica, Verdian Reyner, dan SayhalloO. Worksop ini merupakan paralel program bersama platform Remaja Bermedia yang digagas oleh Gubuak Kopi. Sebuah program literasi media untuk remaja yang sudah berjalan sejak tahun 2017 lalu.

Selanjutnya Albert memberikan gambaran juga tentang program “Sesi Menggambar Bersama” (Jamming Session), sesi ini adalah mural bersama di sejumlah titik yang tersebar di Kota Solok. Diantaranya; Dinding SMKN 1, Taman Pramuka, SMPN 1 dan Teminal Bareh Solok. yang akan dimulai pada tanggal 26-28 November ini. Jamming session ini juga memberikan fasilitas, camping untuk para peserta dan panitia. Sama dengan tahun lalu, kali ini pusat kegiatan festival ini berada di Taman Pramuka Kota Solok. memang jarang ada kegiatan lagi di sini, dahulunya tempat ini masih sering digunakan Pramuka Solok dan sekitar untuk Persami (Perkemahan sabtu Minggu) dan kegiatan lainnya.

Setelah menyampaikan beberapa program tersebut, diskusi dilanjutkan dengan pembahasan mengenai dinding/media mural yang sudah pernah ditawarkan sebelumnya. Mereka semuanya tertarik  pada tawaran itu, dan ada juga yang tertarik pada tawaran yang lainnya. Mereka juga ingin mural di banyak tempat, dan ingin cepat selesai pada tempat yang sudah disiapakan.

Tawaran mural di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga menarik perhatian Dhigel. Ini seperti mengaktivasi dan memberi kesan pada ruang adalah tantangan yang menarik, begitu juga di lapas, mewarnai dinding yang biasanya dibiarkan polos, kali ini warga lapas juga akan ikut berkolaborasi dengan mereka. Ya, orang  yang bisa melihat karya ini secara langsung adalah warga lapas, jika kamu mau melihat karya-karya sepesial ini, barang kali kamu butuh kasus dulu.

Hujan masih berlanjut dan obrolan pun juga masih  berlanjut  ke kebutuhan  mural, cat, dan properti pendukung lainnya yang dirasa penting. Dinding-dinding tinggi yang membutuhkan banyak tangga dan skavolding. Namun juga ada diantara mereka yang membawa properti sendiri. Seperti Genta ia membawa proyektornya sendiri dari Medan, Nica membawa kuas, dan properti workshop. Tapi semuanya sudah pasti membawa pengalaman berkarya dan kabar dari belahan tenggara Asia lainnya. Hujan tidak terkirakan lagi, sudah beberapa kali berhenti dan turun lagi. Hingga malam, hujan telah tidur, dan akhirnya dia lelah juga untuk turun terlalu sering hari ini. Akhirnya kita memutuskan untuk dibangunkan matahari saja besok pagi.

Written by:

M. Biahlil Badri (Solok, 1996). Biasa disapa Adri. Salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi. Sempat berkuliah di ISI Padangpanjang. Sekarang aktif mengelola akun @solokmilikwarga, sebuah metode pengarsipan yg di kembangkan Gubuak Kopi melalui Instagram, dan juga aktif menulis untuk beberapa media di Sumatera Barat. Ia juga merupakan salah satu partisipan kegiatan Daur Subur di Parak Kopi (2019), kolaborator Pameran Kesejarahan Kurun Niaga bersama Gubuak Kopi (2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X