Memenangkan Ruang Publik dan Privat

Masoki, seniman graffiti asal Kota Padang meninggalkan beberapa karyanya saat residensi di Solok. Mulai dari ruang privat seperti kamar warga, dinding rumah warga, tangki penampungan air, hingga mobil bank sampah.  Sama dengan seniman lainnya ini juga pertemuan pertama saya dengan Masoki.

Setiap seniman residensi akan ditawarkan lokasi yang tengah kami soroti dalam festival ini. Untuk graffiti pertamanya, Masoki melihat-lihat semua lokasi-lokasi yang kita maksud. Ia memilih dinding Terminal Bareh Solok sebagai spot pertama yang ingin ia gambar. Di pintu keluar terminal, terdapat pagar terpisah setinggi 2 meter dengan panjang 5 meter. Pada dinding ini ia memunculkan teks identitasnya selama berkarya di graffiti. Teks itu bertuliskan “masoki”.

Posisi ini sangat strategis, dimana ini adalah perlintasan bus-bus yang akan menuju provinsi sebelah, pulau jawa, dan lainnya.  Tentu saja sebagian besar dari mereka akan melihat tagging ini sebelum berpergian. Di belakang dinding ini juga ada rumah yang selalu berinteraksi dengan kami selama proses persiapan dinding untuk Jamming Session (Sesi gambar bersama Tenggara Festival). Selama ini kami mendapatkan respon yang baik dengan ibu ini dan juga anak-anaknya.

Alih-alih hujan akan memberhentikannya menyelasikan graffiti itu, kali ini ia malah dihantarkan pada ruang-ruang sangat privat. Ruang itu adalah kamar Jefri dan Edo, anak dari ibu yang tinggal di belakang dinding graffitinya. Saat hujan ia berteduh di rumah itu dan tentu bersama segelas kopi. Di saat inilah komunikasi bekerja menjadi silaturahmi. Ibunya Jefri itu menghatarkan Masoki ke kamar anaknya yang kesehariannya dekat dengan ukulele itu.

Seperti kehidupan terminal kebanyakan, karakter anak-anak di sini berbeda dengan anak lainnya. Mereka bersepeda, ngamen, dan cenderung mengoleksi barang-barang yang dekat dengan terminal. Kedatangan seniman graffiti di area mereka hidup dan bermain, membuat mereka juga ingin mengoleksinya. Masoki pernah menceritannya pada saya soal mereka minta sticker dan tagging sepeda mereka. Ketika memasuki kamar mereka, ia melihat barang-barang yang justru hanya akan menjadi hiasan dan kepuasan mereka saat berada di kamar. Juga pada tulisan-tulisan yang menunjukkan identitas mereka.

Setelah selesai di kamar Jefri dan Edo, Masoki melanjutkannya di dinding depan rumah warga. Katanya, mereka menawarkan kenapa tidak di depan rumah sekalian, dan Masoki menerima tawaran itu dengan cepat, ia mengeksekusinya dinding itu sesaat setelah tawaran itu diberikan pada Masoki.

“ya ini terminal, awalanya saya sempat berpikiran kalau kehidupan anak-anak di sini akan seperti, ya kriminal-kriminal seperti mengambil barang dan sejenisnya lah, eh tapi mereka malah senang, bisa minta tolong temanin beliin ini itu karena saya belum tahu banyak tempat, dan segala macam.. dan mendapatkan respon yang baik juga dari mereka semua” cerita Masoki.

Tidak hanya di terminal, seperti yang telah disebutkan di awal pargraf ini, Masoki meninggalkan sejumlah karya di Solok, selanjutnya adalah tangki air penampungan air milik PDAM di Taman Bidadari. Di sini Masoki tidak mengerjakannya sendirian, ia berkolaborasi dengan Blesmokie atau yang lebih akrab disapa Cak Ami. Berada di lokasi yang sama, selain Cak Ami, ruang ini juga direspon dua seniman lainnya, yaitu Bayu dan Badiiik.

Kereta memang sering menjadi incaran seniman graffiti untuk ditulis para seniman graffiti pada umumnya. Ya, gerbong kereta akan membawa visual-visual seniman sejauh ia berjalan. Pada saat ini Masoki ditawarkan lagi untuk memberikan visual baru bagi bagi mobil sampah. Mobil ini adalah mobil yang biasa berkeliling ke komplek perumahan di sekitar Kampung Jawa, capaian yang sama pada badan kereta, yang mana graffiti ini akan berjalan dan menghantarkannya dekat pada mata warga.

Sama seperti Taman Bidadari, di mobil bank sampah ini Masoki juga berkolaborasi dengan Bujangan Urban. Capital flower itu tumbuh di pintu belakang box mobil. Sisi kanan dan kirinya berisikan teks “Masoki” dan tulisan “bank sampah”. Mobil ini dibawa ke lokasi camping Tenggara Street Art Festival pada Awarding Night. Mobil ini berdiri di tengah halaman yang dikerumuni motor dan mobil yang sedang parkir.

Lanjut terus, Awarding Night bukan hari terakhir untuk Masoki. Ia melanjutkannya di Rumah Tamera, berkolaborasi dengan Badiik. Ia mengeksekusinya sehari setelah Awarding Night.  Memenangkan ruang publik bukanlah hal yang mudah, seorang atau perusahaan komersil membutuhkan bugget besar untuk ini. Seorang politikus akan membutuhkan relawan yang ramai untuk menanamkan poster kampanyenya. Dalam hal ini visual adalah negosiasi yang mengalir organik dan ‘jujur’. Memaksakannya hadir dan tumbuh saya kira bukanlah pilihan yang tepat.

Written by:

M. Biahlil Badri (Solok, 1996). Biasa disapa Adri. Salah satu anggota Komunitas Gubuak Kopi. Sempat berkuliah di ISI Padangpanjang. Sekarang aktif mengelola akun @solokmilikwarga, sebuah metode pengarsipan yg di kembangkan Gubuak Kopi melalui Instagram, dan juga aktif menulis untuk beberapa media di Sumatera Barat. Ia juga merupakan salah satu partisipan kegiatan Daur Subur di Parak Kopi (2019), kolaborator Pameran Kesejarahan Kurun Niaga bersama Gubuak Kopi (2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X